A. BIOGRAFI AL-KHINDI
Al-kindi
yang dikenal sebagai filosof muslim pertama keturunan arab, nama lengkapnya
adalah abu yusuf ya`qup ibn ishaq ibn shabbah ibn imran ibn ismail ibn muhammad
ibn al-asy`ats ibn qais al-kindi.[2] Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk
kabilah terpandang dikalangan masyarakat arab dan bermukim di daerah Yaman dan
Hijaz, al-asy`ats termasuk salah seorang sahabat nabi, yang meriwayatkan hadist
bersama saad bin abi waqqas. Ikut perang siffin dibawah pimpinan ali ibn abi
tholib ia memegang panji kabilah kindah.[3]
Ia lahir di
kuffah sekitar 185 H (801 M ) atau penghujung abad ke 8 M dan awal abad ke 9 M.
ayahnya adalah ishaq ibn al-shabbah bekerja sebagai gubernur daulah
abbasiah,pada masa pemerintahan al-mahdi ( 775 – 785 M ) dean Harun Ar-Rasiyd
(786 -809 M ). Walaupun orang tuanya meninggal pada usia mudanya namun
kehidupannya tergolong lumayan, namun ia tidak sombong dan manja ia lebih
senang belajar seperti halnya al-quran,al-hadis,berhitung dan yang lainnya baik
di Basrah maupun di Baghdad.
Kuffah dan
basrah, pada abad ke 2 dan ke 3 H ( 8 dan 9 M ) merupakan dua pusat kebudayaan
islam yang maju. Kuffah lebih cenderung kepada studi – studi aqliah; dan dalam
lingkungan iktelektual inilah al-kindi melewatkan masa kecilnya. Dia menghafal
al-quran, bahasa arab, kesusastraan, dan ilmu hitung, fiqh dan qalam.tetapi ia
lebih tertarik kepada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang pada keduanya ia
mengabdikan seluruh sisa hidupnya.[4] Ia seorang yang sangat cerdas,telah
banyak menterjemahkan buuku filsafat, menjelaskan berbagai masalah,menyimpulkan
berbagai problem yang sulit dan mengungkapkan problem yang sukar dipahami. Hal
ini karena ia banyak menguasai ilmu yang berkembang pada waktu di Kuffah dan
Baghdad. Seperti kedokteran, filsafat, semantik, giometri, al-jabar, ilmu falq,
astronomi, bahkan ia berkemampuan mengubah lagu.[5] Jadi, tidak heran kalau
al-kindi seorang ahli dari berbagai ilmu pengetahuan. Karena ia hidup pada
puncak kejayaan islam pada daulah abbbasiah ( al-amin, 809 – 813 M ; al-Ma`mum,
813 – 833 M ).kemashuran al-kindi luar biasa sehingga khalifah al-Mu`tashim
mengangkatnya sebagai guru pribadi putranya ahmad, yang kepadanya ia
persembahkan karya – karya pentingnya. Sehingga telah menghiasi kerajaan
al-Mu`tashim.
Kelahiran dan kematian al-kindi sebenarnya tidak
ada kevalidan dan siapa yang pernah menjadi gurunya. L.Massignon mengatakan
bahwa al-kindi wafatsekitar 246 H (860 M ) . C. Nallino menduga tahun 260 H
(873 M ), T.J.de Baer menyebut 257 H ( 870 M ),adapun Mustafa Abd al-Raziq
mengatakan tahun 252 H ( 866 H ), dan takut al-Himawi menyebutkan setelah
berusia 80 tahun atau lebih sedikit.B. KARYA AL-KHINDI
Sebagai
seorang filsuf yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah di tulis
oleh al-kindi dalam berbagai bidang tidak kurangb dari 270 buah. Dalam bidang
filasafat diantaranya adalah :
- Kitab al-falsafah al-Ddakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa al-Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah ( tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah – masalah logika dan muskil, serta metafisika ).
- Kitab al-kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula ( tentang filsafat pertama ).
- Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matyematika ).
- Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori- kategorinya).
- Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).
- risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda – benda dan uraiannya ).
- Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam(tentang substansi – substansi tanpa badan).
- Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah(tentang ungkapan-ungakapan mengenai ide-ide komprehensif).
- Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah(sebuah tulisan filosofis tentang rahasia – rahasia spiritual).
- Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn wa al Fasad(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakannya)
Falsafat
atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu
philosophia sebagai gabungan dari philein yang berarti” cinta “ dan shoppos
yang berarti “ hikmah “. Kemudian philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi
Falsafat yang berarti cara berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam
–dalamnya sampai kepada dasar persoalan.[6]
Dari segi
praktisnya berfilsafat berarti “ berfikir “ . filsafat berarti “ alam fikiran “
atau alam berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti
berfilsafat.Sidi Gazalba mengartikan “ berfilsafat “ berarti mencari kebenaran
untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dimasalahkan,berfikir secara
radikal, sistematis,dan universal.[7] Dapatlah dikatakan bahwa intisari
filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas ( tidak terikat pada
tradisi, dogma dan agama ) dan dengan sedalam – dalamnya sehingga sampai ke
dasar – dasar persoalan.
Agama yang
berarti menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada tuhan
dengan menjalankan ajaran agama. intisari yang terkandung didalamnya adalah “
ikatan “. Agama mengandung arti ikatan – ikatan yanag harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan
itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.[8]
Oleh karena itu agama diberi defenisi – defenisi sebagai berikut:
- Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia dan dipatuhi.
- Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yag mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan – perbuatan manusia.
- Pengakuan terhadap adanya kewajiban – kewajiban yang diyakini bersumber dari suatu kekuatan gaib dan pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
- Ajaran – ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.[9]
Dengan
demikian dapat kita pahami bahwa unsur yang ada pada agama itu adanya kekuatan
gaib,adanya keyakinan kebaikan didunia ini dan hidup diakhirat bergantung
dengan kekuatan gaib itu. Dari pengertian diatas dapat dipahami falsafat agama
mengandung arti : “ berfikir tentang dasar – dasar agama menurut logika dan
bebas”. Pemikiran yang dimaksud bisa mengambil dua bentuk.
- Membahas dasar – dasar agama secara analisis dan kritis, tanpa terikat pada ajaran – ajaran agama dan tanpa ada tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama.
- Membahas dasar – dasar agama secara analitis dan kritis, dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran – ajaran agama, atau sekurang – kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.[10]
Dasar –
dasar agama yang dimaksudkan meliputi wahyu, pengiriman Rasul dan Nabi,
ketuhanan, ruh manusia, keabadian, soal hidup sesudah mati dan sebagainya.
Akhir dari filsafat dan agama itu ialah “kebenaran”. Filsafat mencari kebenaran
dan agama membawa kebenaran. Namun demikian kebenaran agama tidak akan
dirasakan kecuali oleh orang yang berakal.oleh sebab itu kebenaran agama harus
digaliagar lebih jelas dengan menggunakan nalar filsafat.
Filsafat
bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Disinilah terdapat
persamaan filsafat dan agama.[11]Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar
apa yang baik.demikian halnya filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan
akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi al-kindi ialah
tuhan.dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang tuhan. Bahkan
al-kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah mengingkari
kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang – orang tersebut
telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar.[12] Karena
keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan: (1) ilmu
agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan
kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika,
diperintahkan dalam agama.
D. FILSAFAT JIWA (AN-NAFS)
Pada suatu kesempatan tuhan berwacana: “aku menciptakan menusisa dari
lempung busuk, dan kemudian berkata kepada malaikat : “aku ingin menciptakan
menusia dari tanah”, dan kemudian ia berkata lagi : “apabila aku telah selesai
membentuknya, barulah aku meniupkan ruh-ku kepadanya”. (QS.al-hijr:29). Apa
yang dimaksudkan meniupkan tersebut ?. apabila yang dimaksudkan adalah tiupan (
ruh ) yang meninggalkan tuhan dan kemudian bersatu dangan manusia, mka intinya
bahwa sangat dimungkinkan terjadinya pembelahan sifat tuhan. Dan ini tidak akan
pernah terjadi : jawabannya bisa digambarkan dengan ilustrasi tentang matahari.
Apabila matahari berkata, “ aku telah memberikan sinar pada bumi”,maka hal itu
benar.
Ruh atau jiwa itu ada dibawah perintah tuhanmu. (Ar-ruhu min amr-i-rabbi).
Oleh sebab itu, jiwa yang ada dibawah kata perintah,dan akal muncul sesudah
melewati tiga tahap (Ahdiyah,Wahdat, dan Wahidiyyat) dan didalam
pembatasan.[14] Jiwa atau ruh ini adalah Ruh-I-A`dzam ( Haqiqati Muhammad )
yang merupakan tahap wahdah itu sendiri;dan tidak dibawah pembatasan. Walau
jiwa itu pribadi adalah sebuah pembatasan, namun ia bebas dari materi dan
eksistensi, serta dari warna dan bentuk. Ia merupakan pengenal bagi diri dan
bukan – diri, tetapi tidak dapat di-indra oleh pancaindra yang ada. Pembatas
bagi ruh-I-A`dzam adalah jiwa – jiwa manusia, dan apbila pembatas semacam itu
muncul didalam jasad, jadilah ia ruh binatang atau ruh makhluk. Sifatnya sangat
halus dan setiap bagian terkecil darinya bertautan dengan partikal jasad. Jiwa
inilah yang menerima ganjaran dan siksaan,dan ia pula yang merasakan kenikmatan
jasmani.[15]
Menurut al-kindi jiwa merupakan substansi yang berasal dari tuhan. Tidak
tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.[16] Substansi yang sangat
halus, bertabiat mulia dan substansinya adalah sebagian dari substansi
Allah.[17] Cahaya dari cahayanya, seperti cahaya dari matahari, juga bersifat
independen dari jasmani. Jiwa selalu menentang kekuatan syahwat dankemarahan,
serta selalu mengatur kedua kekuatan tersebut dalam batas – batasnya dan tidak
dibenarkan melampaui kekuatan jiwa itu sendiri. Selain itu jiwa bersifat spritual,ilahiah,
terpisah dan berbeda dengan jisim.
Jasad mempuyai sifat hawa nafsu dan amarah. Al-kindi memperbandingkan
tentang keadaan jiwa. Jika kemuliaaan jiwa diingkari dan tertarik dengan
kesenangan – kesengan jasmani, al-kindi membandingkan mereka dengan babi,
karena kecakapan apetitip menguasi mereka. Jika dorongan nafsu birahi yang
sangat dominan dibandingkan al-kindi dengan anjing. Sedangkan bagi mereka yang
menjadikan akal sebagai tuannya, dibandingkan al-kindidengan raja.[18] Namun
demikian, antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan
dan saling memberi bimbingan. Ini dalah agar hidup manusia itu serasi dan
seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini
berkuasa untuk mencapai keseimbangan manusia memerlukan tuntunan yaitu iman dan
wahyu. Jiwa manusia dapat mengenal hakikat – hakikat dan rahasia – rahasia
alam; apabila jiwa itu bersih dari kekuatan – kekuatan jasmaniahnya, disamping
selalu dalam keadaan berfikir dan mencari. Setelah jiwa berpisah dengan alam
jasmani,maka akan mengetahui segala bentuk hakikat, atau jiwa akn berada di
alam al-haq.[19] Al-kindi berpandapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya,[20]
yaitu:
1. kekuatan nafsu
2. kekuatan moral
3. kekuatan akal
kekuatan akal merupakan kemudi dari dua kekuatan yang lain. Kekuatan
apetatif atau al-qawiyyul haasah, yaitu kekuatan yang dapat mengenal segala
yang dapat dirasakan dan yang nyata. Kekuatan ini tidak dapat membentuk suatu
gambaran, kecuali yang diketahuinya. Seperti mata misalnya,tidak akan dapat
mempersepsikan orang yang mempunyai tanduk atau sayap.
Kekuatan rasa dimiliki juga oleh hewan, yang fungsinya hanya mengenal
bentuk gambar yang parsial. Seperti gambar tentang warna, bentuk – bentuk
gambar, rasa makan, suara, bau dan rasa sentuhan.
Kekuatan irascible yaitu kekuatan marah yang dapat menggerakkan urat – urat
untuk melakukan perbuatan pelanggaran atau kesalahan, dan termasuk didalam
adalah kekuatan syahwat. Dan kekuatan cognitive faculty yaitu kekuatan yang
dapat memberikan kepada pengetahuan tentang bentuk (persepsi) sesutu, tanpa
wujud materi. Yakni, setelah hilangnya benda yang dipersepsikan dari pancaindra
kita. Kekuatan jiwa ini berfungsi, baik pada saat manusia dalam keadaan sadar
ataupun dalam keadaan tidak sadar (tidur).[21] Keistimewaan dari kekuatan ini
dapat membentuksebuah persebsi, seperti mempersepsikan sebuah gambar manusia
dengan kepala singa. Kekuatan ini juga dapat menghapal atau menyimpan segala
bentuk persepsi yang telah diterimanya.
E. PENUTUP
Al-kindi adalah nama yang dinisbatkan dari al-kindah, seorang filsuf muslim pertama. Dan yang pertama kali memperkenalkan buah pikiran filosof – filosof yunani serta memberikan analisa – analisa yang menjelimed. Dan sangat berjasa untuk menjadikan filsafat sebagai salah satu khazanah pengetahuan islam setelah disesuaikan lebih dahulu dengan agama.
Substansi
jiwa menurutnya terpisah dari benda, akan tetapi terkait dengan benda dalam
hubungannya dengan perbuatan – perbuatannya. Karena, jasmani memang menjadi
alat baginya untuk menunaikan suatu perbuatan. Dan jiwa yang suci itulah yang
akan kembali ke alam kebenaran.
FOOTNOTE
- [1] Ahmad hanafi,”pengantar filsafat islam”,bulan bintang, jakarta, 1996 cet. 6 .hal 3
- [2] H. abu bakar ahmad,dkk,”filsafat islam”,CV . Toha putra, semarang, 1998, hal 116.
- [3] Ahmad fuad al-ahwani,” pustaka firdaus,1993,cet.v hal 50.
- [4] M. M. Syarif,” para filosof muslim”, Edisi indonesia, Mizan, 1996, cet. VIII, hal 12.
- [5] Hasyimsyah nasution,” filsafat islam”, Gaya media pratama, jakarta, 2002, cet III, hal 16.
- [6] Hasan sadily,” Ensiklopedi indonesia”,jilid II. Jakarta, 1980, hyal 987.
- [7] Sidi Gazalba,” Sistimatika filsafat,” Jakarta, jilid I, 1976, hal 41.
- [8] Harun nasution,” Islam ditinjau dari segi aspeknya”,UI, Pres jakarta, 1985, Cet V hal 10.
- [9] Ibid
- [10] Harun Nasution,” falsafat agama”,Bulan bintang, Jakarta, 1991, Cet, VIII, hal 4.
- [11] Harun Nasution,” falsafat dan mistisisme dalam islam “, Bulan bintang,1995, Cet V, hal 15.
- [12] Hasimsyah Nasution,Op.cit,, hal 18.
- [13] Ibid,hal,23.
- [14] Khan Shahib Khaja Khan,”Studies in tasawwufi”,Terj, oleh Ahmad Nasir Budiman, Rajawali Press, Jakarta, 1993, Cet,1993, hal 66.
- [15] Ibid
- [16] Hasyimsyah Nasution,Op.cit. hal 22.
- [17] Ibid
- [18] Ibid
- [19] Amir An-Najar,”Al-ilmu An-Nafsi Ash-Shufiyah”, Terj. Hassan Abrari, Pustaka Azam, Jakarta Selatan, 2002, Cet, 2, hal 34.
- [20] Hasyimsah Nasution, Op. cit. hal 23
Komentar
Posting Komentar