Ngambil dari sini
PENDAHULUAN
Madrasah merupakan ciri khas dalam
pendidikan dunia Islam. Banyak orang yang memandang sebelah mata apabila
dikenalkan nama pendidikan Islam. Menurut sebagian orang, pendidikan Islam
kalah kualitas dibandingkan pendidikan umum. Benarkah ?
Tentunya, mereka yang berpandangan
demikian karena belum pernah membaca sejarah Islam secara utuh. Pada
pertengahan abad kedelapan Masehi atau abad kedua Hijriyah, merupakan masa-masa
keemasan Islam (The Golden Ages of Islam). Kondisi ini berlangsung pada masa
kekhalifahan Islam di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah (133-656 H/750-1258 M).
Saat itu, dua per tiga bagian dunia dikuasai oleh kekhalifahan Islam. Selain
itu, tradisi keilmuan berkembang pesat. Berbagai sumber menyebutkan, masa
kejayaan Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadi
pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid yang berkuasa pada 786 M hingga 809 M.
PEMBAHASAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM: MADRASH
A. Sejarah Pendiri Madrasah Nizamiyah,
Nizam Al-Mulk
Nizam al-Mulk (Radkan, Tus, 10 April 1018
– Sihna, 14 Oktober 1092) adalah seorang perdana menteri Dinasti Salajikah
(Seljuk) pada masa pemerintahan Sultan Alp Arslan dan Sultan Maliksyah. Nama
aslinya Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ishaq at-Tusi. Dia pernah ke Nisabur dan
menuntut ilmu pada ulama’ Mazhab Syafi’i, Hibatullah al-Muwaffaq. Ayahnya
adalah seorang pegawai pemerintahan Gaznawi di Tus, Khurasan.
Ketika sebagian besar Khurasan jatuh ke
tangan pasukan Salajikah, ayahnya dengan membawa Nizam al-Mulk lari ke
Khusrawijrd dan seterusnya ke Gazna. Di Gazna, Nizam al-Mulk bekerja pada
sebuah kantor pemerintah Mahmud Gaznawi. Namun
tiga atau empat tahun kemudian ia meninggalkan Gazna dan menuju ke daerah
kekuasaan Salajikah.
Pada mulanya ia bekerja di Balkh yang
dikuasai Salajikah (tahun 432 H/1040-1041 M), kemudian pindah ke Marw.
Kariernya meningkat dengan cepat sehingga ia ditarik ke istana Sultan Arp
Arslan dengan perdana menterinya Abu Ali Ahmad bin Syazan. Ketika perdana
menteri ini meninggal dunia, Nizam al-Mulk ditunjuk oleh Sultan sebagai perdana
menterinya.
Nizam al-Mulk tetap menjadi perdana
menteri Dinasti Salajikah, bahkan setelah Alp Arslan terbunuh pada tahun 165
H/1072 M dan digantikan oleh Maliksyah. Perannya pada masa Sultan Maliksyah
bertambah besar dibanding sebelumnya. Ia dipercaya oleh Sultan Maliksyah, yang
ketika naik tahta berumur 18 tahun, untuk mengatur pemerintahan dan menjalankan
keputusan politik. Oleh Sultan ia diberi gelar Ata Beq, artinya amir yang
dianggap ayah.
Nizam al-Mulk juga dikenal sebagai perdana
menteri yang berpaham dalam wilayah Salajikah. Madrasah terkenal yang
didirikannya adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad, yang diresmikan pada
Asy’ariyah dan mengusahakan penyebarannya melalui madrasah-madrasah di beberapa
kota tahun 459 H/1067 M. Cabang-cabang Nizamiyah kemudian juga didirikan di
hampir kota di Irak dan Khurasan.
Disebutkan
dalam al-Kamil fi at-Tarikh (Sejarah Lengkap) bahwa Nizam al-Mulk adalah
seorang alim, agamawan, dermawan, adil, penyantun, suka memaafkan orang yang
bersalah, banyak diam, majelisnya ramai didatangi para qari, faqih, ulama dan
orang-orang yang suka kebaikan dan kebajikan.
Dikatakan pula ia
senang menjamu dan menghibur orang-orang fakir miskin. Pada tahun 479 H
(1086-1087 M) ia menghapuskan khumus (pajak yang tidak dikenai sanksi syariat),
dan meningkatkan sarana dan prasarana bagi mereka yang menunaikan ibadah haji.
Setelah Hedzjaz kembali kepada kekuasaan Abbasyiah dari kekuasaan Fatimiyah
pada tahun 468 H/1076 . Setahun sebelum meninggal, pada tahun 484 H/1091
M ia menulis kitab Siyaset-Name (buku mengenai politik) tentang siasat
pemerintahan.
B. Sejarah Madrasah Nizamiyah
Madrasah Nizamiyah
adalah sebuah lembaga pendidikan yang didirikan pada tahun 1065-1067 oleh Nizam
al-Mulk. Madrasah Nizamiyah ini pada mulanya hanya ada di kota Baghdad, ibu
kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Madrasah Nizamiyah ini
didirikan dekat pinggir sungai
Dijlah, di
tengah-tengah pasar selasah di Baghdad. Mulai dibangun pada tahun 457 H/1065 M)
dan selesai dibangun pada tahun 459 H (dua tahun lamanya baru selesai). Pada
masa itu, madrasah tersebut dicatat sebagai tempat pendidikan yang paling masyhur.
Kemudian Nizam al-Mulk mengembangkan madrasah tersebut dengan membuka dan
mendirikan madrasah serupa di berbagai kota, baik di wilayah barat maupun timur
dari daerah kekuasaan Islam.
Diantaranya
didirikan di kota-kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mosul, Basra dan Tibristan.
Oleh karena itu, kota-kota tersebut kemudian menjadi pusat-pusat studi keilmuan
dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu. Para pelajar berdatangan
dari berbagai daerah untuk mencari ilmu di madrasah-madrasah Nizamiyah tersebut.
Kesungguhan Nizam al-Mulk dalam membina madrasah-madrasah yang didirikannya itu
tercermin pada kesediaannya menyisihkan waktunya untuk melakukan kunjungan ke
madrasah-madrasah Nizamiyah di berbagai kota tersebut.
Lembaga
pendidikan Islam yang pertama menerapkan sistem yang mendekati sistem
pendidikan yang dikenal sekarang adalah madrasah-madrasah Nizamiyah tersebut.
Kurikulumnya berpusat pada Al-Qur’an (membaca, menghafal dan menulis), sastra
Arab, sejarah Nabi SAW dan berhitung, dengan menitik beratkan pada
madzhab Syafi’i dan sistem teologi Asyariyah.
Seorang
tenaga pengajar di Nizamiyah selalu dibantu oleh dua orang pelajar (mahasiswa)
yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan
kepada mahasiswa yang ketinggalan (asistensi). Sistem
belajar di Madrasah Nizamiyah adalah : tenaga pengajar berdiri di depan ruang
kelas menyajikan materi-materi kuliah, sementara para pelajar duduk dan
mendengarkan di atas meja-meja kecil (rendah) yang disediakan. Kemudian
dilanjutkan dengan dialog (tanya-jawab) antara dosen dan para mahasiswa mengenai
materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan tinggi.
Status dosen di
madrasah tersebut ditetapkan berdasarkan pengangkatan dari khalifah dan
bertugas dengan masa tertentu. Untuk menunjukkan betapa madrasah ini mencoba
mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan
tuntutan zaman.
Sesudah
Nizam al-Mulk membuka madrasah-madrasah Nizamiyah di banyak kota, ia menetapkan
untuk memberi gaji setiap bulan bagi setiap tenaga pengajar di
madrasah-madrasah tersebut. Namun kebijaksanaan
Nizam al-Mulk tentang gaji tersebut belum bisa diterima oleh para tenaga
pengajar di Madrasah Nizamiyah. Mereka lebih suka tanpa digaji tetapi
kesejahteraan hidupnya terjamin.
Bagi para dosen
gagasan untuk menggaji guru pada masa itu dipandang sebagai suatu gagasan yang
terlalu maju. Diantara kekuatan Madrasah Nizamiyah adalah bahwa madrasah
tersebut mendapat pengakuan negara. Madrasah Nizamiyah telah mencatat nama-nama
besar dan orang-orang yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar.
Di
antara mereka adalah : Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi, seorang faqih Baghdad,
Syekh Abu Nasr as-Sabbagh, Abu Abdullah at-Tabari, Abu Muhammad asy-Syirazi,
Abu Qasim al-Alawi, at-Tibrizi, al-Qazwini, al-Fairuzabadi, Imam al-Haramain
Abdul Ma’ali al-Juwaini,dan Imam al-Ghazali.
C. Profil
Dosen Nizamiyah, Abdul Ma’ali Al-Juwaini Sang ‘Cahaya Agama’
Ulama bernama
lengkap Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad Al-Juwanini
An-Nisaburi. Dia dilahirkan di Bustanikan, Nisabur, pada 12 Pebruari 1058. Pendidikan
pertamanya didapatkan dari ayahnya yang bernama Syekh Abdullah, seorang keturunan
Arab berdarah bangsawan.
Setelah beberapa lama, Al-Juwaini
memutuskan untuk meninggalkan Nisabur dan pergi ke Baghdad, terutama untuk
memperdalam ilmu pengetahuan. Setelah beberapa tahun tinggal di kota ilmu itu,
ia lalu pindah ke Makkah serta Madinah, selain untuk menambah bekal ilmu juga
mulai mengajar.
Selama lebih kurang empat tahun
Al-Juwaini menetap di dua kota suci tersebut. Hingga selanjutnya, namanya
sampai ke telinga Perdana Menteri Nizam al-Mulk, penguasa dan pendiri Madrasan
Nizamiyah di Nisabur, tempat kelahirannya.
Secara pribadi, Nizam al-Mulk
meminta kesediaan Al-Juwaini untuk kembali ke negerinya dan menjadi tenaga
pengajar di madrasah tadi. Madrasah Nizamiyah pun kian diperhitungkan di
kalangan terpelajar Timur Tengah. Terlebih ketika Imam al-Ghazali diketahui
pernah menimba ilmu di sana dan tercatat merupakan lulusan perguruan ini yang
diasuh Juwaini.
Pemuka ulama ahlusunnah
wal jamaah dan pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari ini juga disebut Abdul
Ma’ali untuk menunjukkan keutamaannya sebagai ilmuwan, agamawan, dan pemuka
masyarakat. Diya ad-Din, yang berarti cahaya agama adalah gelar lain
yang diberikan kepada al-Juwaini karena kelebihannya dalam menerangi hati dan
pikiran para pembela akidah Islam, yang karenanya menangkis serangan para
pengikut golongan sesat yang telah terjerumus dalam kegelapan. Al-Juwaini
juga menonjol di kalangan ulama Asy’ariyah karena memiliki metode yang khas dalam
membela paham Sunni.
Ulama ini meninggal dunia di
Bustanikan pada tanggal 20 Agustus 1085. Sampai akhir hayatnya, ia dikenal
sebagai pakar ilmu fikih, ushul fikih, dan ilmu kalam. Kitab karyanya tetap
dipelajari hingga saat ini.
Kitab-kitab
Karya Al Juwaini :
Ushul fikih
* Al-Burhan fi Usul al-Fiqh
(Argumentasi dalam Usul Fikih) * Al-Waraqat (Sehelai Kertas)
Fikih
* Nihayat al-Matlab fi Dirayat al-Mazhab
(Rujukan yang Tuntas dalam Ilmu Mazhab)
Ilmu kalam
* Al-Kamil fi-Ikhtisar asy-Syamil
(Kitab yang Sempurna dalam Ikhtisar yang Mencakup)
* Risalah fi Usul ad-Din (Risalah
Tentang Dasar Agama)
* Nizamiyah fi al-Arkan al-Islamiyah
(Sistematika Rukun-Rukun Islam).
D. Perkembangan dan Strategi Madrasah
Nizamiyah
Hal yang
membuat lembaga-lembaga pendidikan Madrasah Nizamiyah signifikan dalam
sejarah Islam adalah bahwa mereka semua penganut mazhab Syafi’iyyah dan berada
di Nishapur, sebuah tempat penting untuk memahami kerangka politik, khususnya
yang berhubungan dengan konflik internal Sunni antara Syafi’iyyah dan
Hanafiyyah. Dua kelompok besar ini merupakan gerakan keagamaan yang paling
berpengaruh di Nishapur pada paro pertama abad ke-11. Ini tidak berarti bahwa
kelompok Qarramiyyah (Qaramithah), Syiah, Malikiyyah dan Hanbaliyyah tidak
mempunyai peran.
Pemberian
perhatian khusus kepada dua raksasa itu berdasarkan alasan bahwa keduanya telah
memainkan peran penting dalam bernegosiasi dengan pemerintah pusat Baghdad. Ada
beberapa petunjuk yang memperlihatkan konflik mereka. ‘Asabiyyah
atau ta’assub
yang berarti fanatisme pada ajaran khusus keagamaan mereka bukanlah hal yang
baru di dunia Islam, baik pada abad ke-10 maupun pada abad ke-11. ‘Abd
ar-Rahman as-Sabuni dihukum mati tahun 900 H atas dasar fanatisme mazhab.
Kecenderungan
semacam ini juga bisa ditemukan dalam kelompok Syafi’iyyah dan Hanafiyyah baik pada abad ke-10 maupun pada abad ke-11.
‘Abd ar-Rahman as-Sabuni dihukum mati tahun 900 H atas dasar fanatisme mazhab. Mereka
berkompetisi dalam memperoleh posisi keagamaan di pemerintahan, yakni sebagai qadli,
shaikh al-Islam, juga dalam mendirikan madrasah-madrasah untuk
mempersiapkan ulama-ulama masa depannya.
E. Tujuan Madrasah Nizamiyah
Tujuan madrasah
yakni untuk memperkuat idiologi Syafi’i-Asy’ari di satu sisi dan membendung
serangan dari pihak lain, seperti dari Hanbaliyyah, Hanafiyyah, Syi’ah dan
Mu’tazilah di sisi lain. Untuk mendukung roda pemerintahan Nizam adalah satu
kemungkinan, tetapi hal itu tampaknya lebih merupakan strategi Nizam sendiri
daripada tujuan madrasah sebagai sebuah lembaga. Bagaimana lembaga pendidikan ini mendorong ajaran-ajaran
Syafi’i-Asy’ari terbukti dengan hadirnya sejumlah tokoh kenamaannya, seperti
Abu Ishaq al-Shirazi, al-Ghazali dan tokoh-tokoh shaleh lainnya.
F.
Kurikulum Madrasah Nizamiyah
Madrasah Nizamiyah
mempunyai kurikulum yang menekankan supremasi fiqih. Semua
cabang ilmu agama yang lain diperkenalkan dalam rangka menopang superioritas
dan penjabaran hukum Islam. Pendidikan serba fiqih adalah ciri yang menonjol
dalam pendidikan Sunni muslim abad ke-11. Sebagaimana yang terungkap dalam
sejarah, pola pendidikan semacam ini terus berlanjut dari abad ke abad. Jadi
tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Madrasah Nizamiyah benar-benar menjadi
model pendidikan madrasah pada masa klasik dan pertengahan Islam.
G. Keruntuhan Madrasah Nizamiyah
Madrasah Nizamiyah sedikit demi
sedikit mengalami kemunduran setelah wafatnya Nizam al-Mulk. Madrasah yang
sistem pendidikan dan organisasinya
ditiru di Eropa ini sempat berjaya sampai akhir abad ke-14, ketika Timur Lenk
menghancurkan menghancurkan segala peradaban serta membantai ribuan orang di
wilayah yang Baghdad. Timur lenk dengan bala tentaranya menyerbu
kota Baghdad dan ditaklukkannya. Baghdad hancur lebur sekitar tahun 1393 M
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Madrasah
Nizamiyah adalah madrasah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk untuk mendidik
penduduknya serta dan untuk menyebarkan paham Syafi’iyyah-Asy’ariyyah serta
memperkuat posisi politiknya sebagai wazir.
2. Madrasah
ini didukung oleh para ulama terkenal dan termasyhur pada zamannya, bahkan
sampai sekarang.
3. Madrasah
Nizamiyah menjadi inspirasi madrasah-madrasah Islam zaman sekarang serta merupakan
prototype fakultas-fakultas yang sekarang banyak ditiru di lembaga pendidikan
zaman sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas’ud, M.A, Ph.d, 2002, Menggagas
Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta : Gama Media.
Al-Subki, 1964, Tabaqat al-Shafi’iyya
al-Kubra,
vol III, Kairo.
Badri Yatim, Dr, M.A, 2000, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002, Ensiklopedi
Islam jilid 4,
cetakan ke-10, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
M. Faruqi, The Development of
the Institutions of Madrasa and the Nizamiyya of Baghdad, Islamic Studies, vol. 26, musim gugur 1987.
http://www.republika.co.id/koran/153/31656/Keunggulan_Pendidikan_I_Nizhamiyah_I
Komentar
Posting Komentar