HILANGNYA ILMU



HILANGNYA ILMU
A.    TEKS HADIST
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Az Zinad dari 'Abdurrahman Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa, waktu seakan berjalan dengan cepat, timbul berbagai macam fitnah, Al haraj -yaitu pembunuhan- dan harta melimpah ruah kepada kalian."(H.R Bukhori:978)
B.     ANALISIS
1.      SANAD
a.       Abu Hurairah
Nama Lengkap Abu Hurairah adalah Abdur-Rahman Bin Shakhr ad-Dausi al   Yamani. Pada masa jahiliyah namanya adalah abdul Syams, kemudian Rosulullah SAW memberi nama Abdur-Rahman kepadanya, meskipun ia lebih dikenal dengan julukannya, yaitu Abu Hurairah
b.      Abdur Rahman bin Hurmuz
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan Negeri semasa hidup di Madinah. Wafat pada tahun 117 H. Termasuk perowi yang tsiqah, beberapa komentar ulama yang menyatakan tsiqah adalah Ibnu Sa’d, Ibnu Madini, Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar Asqolani
c.       Abdullah bin Dzakwan Abu Az Zanad
Abdullah bin Dzakwan Abu Az Zanad adalah ayah Abdurrahman al-Madani, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu az-Zanad. Ia seorang yang tsiqah, dan termasuk golongan tabi’in yang utama. Abu az-Zanad meninggal pada 130H.
d.      Syu'aib bin Abi Hamzah Dinar
  • Nama Lengkap : Syu'aib bin Abi Hamzah Dinar
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
  • Negeri semasa hidup : Syam
  • Wafat : 162 H

ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
tsabat shalih
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ya'kub bin Syaibah
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar Al Atsqalani
tsiqah ahli ibadah
Adz Dzahabi
Hafizh
e.       Al Hakam bin Nafi'
  • Nama Lengkap : Al Hakam bin Nafi'
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Negeri semasa hidup : Syam
  • Wafat : 222 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim Ar Rozy
Tsiqah Shaduuq
Al 'Ajli
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaa
2.      MATAN
Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan yaitu: perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya. Pada matan hadist diatas secara isi tidak ada yang bertentangan dari hadits lain bahkan ayat Al-Quran

C.    KESIMPULAN

1.      Pengertian Ulama
Kata Ulama (العلماء al-`Ulamā`) berasal dari bahasa Arab yg menjadi bentuk kata Jama` (plural/lebih dari satu) dari kata `Alimu-(memiliki kata dasar yg sama dengan kata “ilmu”) yang berarti seseorang yang memiliki ilmu atau orang yg mengetahui tentang sesuatu. Jika diartikan secara harfiah, maka ulama adalah orang yang berilmu, baik itu ilmu tentang dunia (ilmuwan atau peneliti) maupun ilmu tentang akherat[1].
Di Indonesia ulama mempunyai sebutan yang berbeda disetiap daerah seperti Kiai daerah Jawa, Ajengan daerah Sunda, Tengku daerah Aceh, dan Syeikh daerah Sumatera Utara[2]. Seorang ulama yang mempunyai pengetahuan keulamaan dan syarat-syarat lain yang selalu berkembang, akan tetapi masyarakat mempunyai penilaain yang berbeda-beda. Diantara perbedaannya adalah sebagai berikut :
Pertama, ulama dalam arti luas mengetahui banyak tentang pengetahuan agama. Dengan atau tanpa pengakuan masyarakat dan syarat-syarat lain. Kedua, ulama dalam arti banyak orang terlibat dalam pelayanan maysarakat, khususnya dalam masalah keagamaan. Seperti mengaji al-quran, bertabligh, yang di dalam masalah ini dalam segi keilmuan kadang-kadang kurang disyaratkan. Mereka dipanggil kiai atau ulama walaupun dalam keilmuan terbatas. Ketiga, ulama dalam arti Warasyatul Anbiya’ yakni bukan saja memiliki kepandaian dalam ilmu agama. Tetapi harus memiliki kelebihan mengenai sikap dan cara hidup yang saleh, wara’, sederhana dan memiliki kesejahteraan umat lahir batin
2.      Peran Ulama Dalam Masyarakat
Ulama berfungsi sebagai melanjutkan tugas kenabian. M. Quraisy Shihab menyatakan ada empat jalan yang ditempuh ulama dalam meneruskan misi kenabian : Pertama, menyampaikan ajaran sesuai perintah Allah. Kedua, Menjelaskan ajaran-ajaran Allah SWT, berdasarkan ayat-ayat yang telah diturunkan oleh Allah. Ketiga, memutuskan perkara atau problema yang dihadapi oleh masyarakat. Keempat, memberi contoh dalam pengamalan perintah-perintah Allah SWT[3].
Sedangkan menurut Hiroko, pemanfaatan ulama dinilai sangat tinggi pada masyarakat desa. Ia menyatakan ulama memiliki posisi yang sentral dalam masyarakat desa dan mamapu mendorong mereka untuk bertindak secara kolektif. Perannya dalam masyarakat seperti sebuah jembatan antara umat atau masyarakat dengan Tuhan[4]
1.      Hilangnya Para Ulama Dari Bumi
Keberadaan ulama sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Maka jika ada kabar bahwasanya salah satu ciri hari kiamat adalah hilangnya ulama, ini akan mendatangkan pertanyaan besar. Kemanakah para ulama ketika itu. Apakah ke langit diangkat oleh Allah. Tentu jawaban itu tidak benar.
Cara Allah menghilangkan para ulama adalah dengan cara mencabut nyawa mereka. Hal itu telah terbukti dan terjadi. Sehingga kebanyakan para ulama telah menghilang dengan sendirinya. Serta penerus para ulama ketika itu berkurang, bahkan kemaksiatan semakin menjadi-jadi. Maka datanglah hari kiamat. Sabda Rasul :
 Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". Berkata Al Firabri Telah menceritakan kepada kami 'Abbas berkata, Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam seperti ini juga”.(HR. Bukhori ; Nomor hadis 98).
Dari hadits diatas telah dijelaskan bahwa dicabutnya ilmu di muka bumi ini bukan menghapuskan dan memusnahkan sember buku dan lainnya. Akan tetapi menghapuskan keberadaan ulama dengan cara mewafatkan mereka. Sehingga keadaan manusia kala itu jauh dari peringatan seorang ulama dan pengetahuan tentang kehidupan setelah mati (akhirat).



[2] Ali Maschan Moesa, Kiai dalam politik dalam wacana civil society, (Surabaya:Lepkis,1999)hal;60
[3] Quraisy Shihab,Membumikan Al-Quran,(Bandung :Mizan,1991)hal;383
[4] Hiroko Horikosi,Kiai dan perubahan sosial,(Jakarta:LP3M,1987)hal;232

Komentar